Senin, 08 April 2013

Lagi-Lagi Tentang Lelaki Saljuku

“...mencintai itu, kadang mengumpulkan segala tabiat menyebalkan dari seseorang yang engkau cintai, memakinya, merasa tak sanggup lagi menjadi yang terbaik untuk dirinya, dan berpikir tak ada lagi jalan kembali, tapi tetap saja engkau tak sanggup benar-benar meninggalkannya.”

― Tasaro G.K., Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan


Terkadang jika ada pertanyaan, seperti apa kamu mencintainya, mencintai suami dan abi dari krucilsmu itu, maka terkadang saya lebih banyak mengerutkan dahi. Gimana ya, apa ya, kayak apa ya...

Jadi ceritanya,
ternyata mencintainya sekarang berbeda dengan saat saya mencintai dulu. Entah apakah lebih lemah ataukah lebih kuat. Tapi kesederhanaan dan kesahajaan rasa cinta padanya itu terkadang yang saya maknai berbeda dengan cinta saya terdahulu.

So, siapa cinta saya terdahulu?
memang ini tentang masa lalu. Masa yang sudah berlalu dan entah bagaimana Allah sudah menyettingnya sebagai yang sudah berlalu. Memang pada saat itu saya memiliki rasa yang berbeda terhadap yang terdahulu itu. Sayang, suka, kangen dan sebagainya yang terkadang itu hanya terdiam di dalam hati. Belum lagi kalo sudah muncul konflik, maka terkadang perasaan itu tiba2 meluber, mencair dan pada saatnya kembali membentuk. Apakah saya melupakan semua itu? Tentu saja tidak sepenuhnya, karna ini terlanjur hidup. Saya masih ingat, masih teringat dan terkadang masih mengingat. Saya biarkan saja ini semua, dirasakan, dijalani saja. Menolak bukan pilihan yg ada :)

Lalu bagaimana dengan yang kata Tasaro dengan “...mencintai itu, kadang mengumpulkan segala tabiat menyebalkan dari seseorang yang engkau cintai, memakinya, merasa tak sanggup lagi menjadi yang terbaik untuk dirinya, dan berpikir tak ada lagi jalan kembali, tapi tetap saja engkau tak sanggup benar-benar meninggalkannya.” Ya memang seperti itu yang kemudian terasa. Mencintainya terkadang kejengkelan2 yang nyata namun bisa terkalahkan. Menyayanginya juga terkadang berarti memakinya dalam hati, mempertanyakan kelemahan2nya dalam diam. Kemudian terkadang berangsur menjadi tangis yang menjadi2 entah bagaimana rasanya.



Tapi ya begitulah cara kerjanya cinta. Aneh. Terkadang mendebarkan. Terkadang penuh pertanyaan. Aneh. Penuh tuntutan. Impian. Tanggung jawab. Dan harusnya memang kemudian bisa dikembalikan dengan makna cinta kembali.

Maka saat mencinta itu adalah saat merasakan cinta sebagai kebahagiaan. Lopzu ;)