Kubiarkan angin menghembuskan satu nama itu. Kubiarkan kaki rapuhku basah oleh ombak. Dan kubiarkan juga mataku menatap kosong berbagai macam lukisan alam di depan dengan liar.
“Pulang, Abid…
Kubiarkan pula satu suara dari dunia luarku. Suara lelakiku. Alam yang kuciptakan sendiri semakin membuatku nyaman menikmati tingkahan angin. Juga teriakan-teriakan hewan langit. Sepertinya yang ada dalam pikirku memang sejenak membiarkan saja tingkahan-tingkahan polah sekitarku.
“’Nda…
Akhirnya aku turut menjawab seru suara tadi. Mengucap dengan lirih satu nama yang erat kuat hidup dalam dadaku. Perlahan aku bangkit dan berjalan pulang. Di depan jelas terlihat kilau senja yang terbias dengan ombak yang merenang jelang hadirnya rembulan. Bibirku menyungging senyum seolah ada yang menunggu di depan pandang mataku.
Dan benar… Memang begitu adanya. Aku pulang.
***---***