Kamis, 19 Januari 2012

Sayap Yang Tidak Akan Pernah Patah

Mari kita bicara tentang orang-orang yang patah hati. Atau kasihnya tak sampai, atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah. Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ‘majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas ditempa takdir, atau layu tak berbalas.

Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata.

I AM READY TO JUALAN

Yuhuuuu...

Bukan apa2 neh, ini dalam rangka mewujudkan visi menjadi MomTerpreneur. Mommy yang bisa jualan, biar bisa ngajari anak2ku nanti. Alasan utamanya ya karna pekerjaan berdagang itu adalah pekerjaan yang paling perhitungan. Kamsudnya gini, dimana2 orang jualan itu pasti ngitungnya detail. Mulai berapa harga pokok, dasar, bahan, ntar jualannya berapa, kalo direseller jd berapa, kalo di dropshit jadi gimana bla bla bla...

Nah, saya dan sinda unyu2 sebenarnya dari dulu selalu bercerita kalo kelak anak2 akan diajari jualan saja. Meskipun jika sama Allah dijadikan pegawai atau apalah itu, insya Allah tetep diajari jualan. Bahkan saya dan sinda unyu2 sudah merancang jika kelak Nin dan adek2nya sudah mengerti uang, sudah mengerti apa itu kerja, mereka akan kami titipkan pd orang2 yang memiliki pekerjaan/usaha di rumahnya pada saat liburan sekolah. Tapi jika diidznillah kami diberi kesempatan menjadi pedagang juga, maka anak2 akan kami ajari di rumah. Jadi meskipun akadnya membantu, tapi tetap harus dpat apresiasi upah. Gituh ya bahasanya? *Ribet* Semoga Allah memudahkan kami mendidik anak2. Amin

Back to topick!
Yes, im ready to be seller. bener ga boso enggrese ni? Soalnya saya ni sekarang rada2 dudul dengan boso Enggres *ngeles*. So, apa jualan atau dagangan saya? Ini dia, cekidot...

Saya menjual makanan.

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 3)

             Setengah Tahun Pernikahanku.
Aku semakin banyak mengenalnya. Mengenal ‘Nda Raya. Dia pun sudah terbiasa memanggilku dengan Abid. Kadang dengan kata sayang di belakang.
Masih terkendali. Semua masih hangat.
Perdebatan seru selalu bisa diakhiri dengan tasbih. Ego yang sering kali kuat menghajar pertahanan emosi kami pun lebih sering teredam dengan istighfar. Meski kadang, aku –yang punya modal sangat manja- ini sering kali membuat ‘Nda Raya menahan nafas. Untuk memahamiku.
“Aku akan memahamimu sebagai kamu,” ujarnya selepas pertarungan penuh kemenangan Ahad pagi lalu “Dan bukan sebagai aku,” katanya juga.
Selalu saja ingin kurangkulkan diriku pada pundaknya. Meski memang saat ini dialah satu-satunya sandaran kelelahanku. Satu-satunya yang bisa kugenggam saat aku merasa lemah. Kemudian juga yang paling banyak membuatku mengingat tentang detik yang tidak berhenti. Hidup ini.
Dan aku tersandung saat ini. Aku melukainya. Hatinya berdarah. Ah!
Aku cemburu, Ra. Untuk semua yg kubaca. Kenapa?
Pesan singkat itu dari ‘Nda Raya. Dia tidak memanggilku ‘Bid. Harus kujawab apa. Diam juga bukan solusi. Tolong aku, Allah…
Aku ke kantor  ya, ‘Nda! Pas  lunch ya? Balasku.
Cepat pula ‘Nda Raya mengirim balasan. Simple. Ga usah. Ada meeting. Jaga rumah saja.
Aku kehabisan kata. Nanti sore aku jemput boleh?
Ga usah, Ra… Ada jadwal ngaji sore ini. pulangku malam.
Deg!
Aku menangis sekarang. Aku takut dengan dinginnya saat ini.
Cepet pulang ya! Aku nunggu.
Aku sangat berharap ‘Nda Raya membalas pesan terakhirku. Seperti biasanya. Dengan canda dan guraunya.  Tapi tidak ada. Hingga dia pun lupa tak menanyakan sudah makan siangkah aku. Sudah sholat dhuhurkah aku.
Aku terpekur sendiri. Tergugu dalam diam. Aku kehilangan cahayaku yang berbinar enam bulan ini. Aku kehilangan matahariku yang selalu menghangatkan dinginku.
“Itu biasa, Ra… namanya juga emosi,” kalimat ibu menenangkanku. Aku tidak bercerita tentang yang terjadi padanya. Aku hanya bertanya tentang kewajaran yang terjadi saat emosi.
Aku mencoba menenangkan diri. Merasakan senyap yang dalam saat berada di kamar kami. Kutarik buku itu dari laci. ‘Nda Raya memberi tanda tepat pada halaman yang dibacanya. Semalam. Ya… tadi malam. Saat aku masih lelap dan ia menjalankan sholat malam.
Apakah engkau mengkhianatiku, cinta?
Apakah engkau membagi sayang itu?
Apakah engkau tau : aku cemburu
Aku tidak ingin ada akar yang menyentuh pohon cinta kita
Aku tidak ingin ada semian baru di dalam pohon cinta kita
Selain akar kita
Selain semian cinta kita
Apakah aku kurang
Terhadapmu
Cinta?!
Aku menangis. Dan setelah itu ‘Nda Raya lebih banyak diam. Sarapan pun berlalu tanpa ada kalimat. Aku bicara juga tanpa sahutan. Hanya diam. Beku. Dingin.
Hanya kalimatnya sebelum benar dia pergi ke kantor tadi. “Aku ingin tenang dulu. Tolong jangan tanya apapun ya!
Aku menatapnya. Buku yang dibaca ‘Nda Raya sudah di tanganku saat aku membuka mata tadi. masih dengan tatapnya yang luka, lelakiku mengangsurkan buku itu.
Luka itu ada pula di matanya. Yah Allahh…
Disitu, di buku itu :

Sarapan Pagi Ini... MANTAP!

Apa coba maksudnya? Pamer? Promosi?

Yaiyalah... dalam setiap tahap perkembangan *halah* haruslah kita selalu siap dalam kondisi promosi kebaikan diri. Iya kan bener kan? Nah begitu juga dengan pagi ini. Menyiapkan sarapan pagi ini ngerjakannya sudah sejak kemaren malam lho... Lama kan?

Baiklah, sini saya pamerin dikit. Sarapan saya dan keluarga pagi ini adalah tumis taoge sosis tahu. Cuman gitu doang? Tapi ngerjakannya sejak semalam? Yaiyalah... wong critanya saya lagi uji coba resep sosis tahu. Jadinya ya gitu, disiapin semua bahannya. Trus umek2 deh di dapur. Baru kelar jam setengah 9, itupun karena diselingi si Nin yang kudu memem mau bobo. Tapi hepi saja pas uji coba sosis ini, langsung sukses man... hahaha

Dan ini semua tidak lepas dari kerjasama sinda suami abinda tersayang unyu2.

Masih Tetep Collect2 Photo

Ini tadi coba2 pake piZab. Hm, keren juga...
Sekarang ini lagi seneng2na buat photo collect gitu. Jadi bisa liat langsung banyak foto dari satu frame. Keren kan? Jadi makin sering nampang dan narsis2an hahaha
Apalagi utk Nin, ini sangat kereeeeennn... !!

Ini yang dari piZap.

Ngaji Sore Ini... ANEH!

hahaha
Jadi critanya sore ini agenda sy ngaji rutin dengan kawan2. Ya bagaimanapun juga saya butuh orang2 yang menjaga atmosfer kebaikan dalam diri saya, biar ada yang menasehati, mengingatkan, dan memberi hiburan. 

Jadi kenapa?
Biasalah... saya kan suka lebay :D Gimana ga aneh, lha wong dalam ngaji ada guyon2an lucu2. Saling uji nyali. Maksudnya karena keragaman anggota ngaji saya, maka jadinya kalo disuruh presentasi jadi beda2. Masing2 lucu2, bahkan kadang dalam keseriusan masih juga ada tawa.