Jumat, 15 Juni 2012

Siaran Pers Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena tentang PENARIKAN BUKU-BUKU YANG DITUDUH BERMUATAN PORNOGRAFI

Beberapa hari terakhir ini berbagai media, baik cetak, on-line, dan televisi, memberitakan penarikan buku-buku yang dilaporkan bermuatan pornografi dan kekerasan dari perpustakaan-perpustakan Sekolah Dasar di beberapa daerah. Judul-judul buku tersebut adalah: Ada Duka di Wibeng (penulis: Jazimah Al-Muhyi), Tidak Hilang Sebuah Nama (penulis: Galang Lufityanto), Tambelo: Kembalinya Si Burung Camar (penulis: Redhite K.), Tambelo: Meniti Hari di Ottawa (penulis: Redhite K.), Syahid Samurai (penulis: Afifah Afra), Festival Syahadah (penulis: Izzatul Jannah), dan Sabuk Kiai (penulis: Dadang A. Dahlan).

Terkait dengan buku Ada Duka di Wibeng, Tidak Hilang Sebuah Nama, Syahid Samurai, dan Festival Syahadah, ditulis oleh anggota Forum Lingkar Pena (FLP). FLP adalah organisasi pengaderan penulis yang sejak awal pembentukannya pada tahun 1997 memiliki visi mencerahkan masyarakat melalui tulisan. Dalam menulis berbagai karya, para anggota FLP memiliki sikap untuk tidak menulis karya yang membawa pada kemudharatan. Para anggota FLP juga ada di garda depan dalam menolak segala bentuk karya yang bermuatan pornografi.

Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP melihat telah terjadi distorsi dan penyesatan dalam kasus penarikan buku ini.

Distorsi pertama, bahwa persoalan bukan pada isi buku, tetapi pada distribusi buku-buku tersebut sehingga masuk ke perpustakaan Sekolah Dasar dalam hal ini melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010 sebagaimana pemberitaan yang beredar luas.
Dalam hal peredaran dan distribusi buku dalam proyek pemerintah, persyaratan yang harus dipenuhi salah satunya adalah LOLOS PENILAIAN Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Buku-buku tersebut sudah lolos penilaian dengan Surat Keputusan (SK) yang menyatakan layak untuk dijadikan referensi dan tercetak di belakang sampul buku. Sehingga dari sisi kelayakan-bacanya telah dijamin oleh lembaga yang berwenang.

Jika kemudian buku-buku yang layak baca dan dijamin oleh lembaga yang berwenang dan memiliki kredibilitas seperti Pusat Kurikulum dan Perbukuan, kemudian secara konten dituduh tidak layak bahkan porno. Ada persoalan yang perlu diteliti dengan lebih mendalam terkait distribusi buku-buku tersebut sehingga tiba di Sekolah Dasar.

Distorsi kedua adalah pemberitaan media yang tendensius. Hampir semua berita di media, baik cetak, on-line, maupun televisi, dilakukan tanpa ada check dan balance. Jurnalis media tidak meminta pendapat pakar dan menelan mentah-mentah pernyataan dari beberapa sumber berita, yang kami sinyalir tidak (belum) membaca buku-buku tersebut secara menyeluruh. Beberapa istilah dalam buku (yang sesuai konteks cerita) disimpulkan sebagai istilah porno, kemudian langsung menuduh buku-buku tersebut adalah buku porno. Terlihat juga kurang pahamnya media terhadap defenisi pornografi.

Distorsi ini menurut kami sangat mengkhawatirkan, karena bila tidak diluruskan maka akan terjadi fitnah, pembunuhan karakter (terhadap penulis), juga pembalikkan akal sehat. Di satu sisi kita melihat semakin banyak karya, baik buku juga tontonan yang jelas-jelas bermuatan pornografi dan vulgar, tetapi seakan tak tersentuh. Buku-buku FLP yang mengajak masyarakat, terutama remaja, kepada kebaikan, malah dituduh sebagai buku porno.

Semoga kasus ini menjadi titik untuk membereskan mekanisme dan distribusi buku-buku proyek DAK. Sekaligus, dan sekali lagi, penolakan terhadap karya bermuatan pornografi, yang selama ini telah sering disuarakan oleh FLP. Semoga siaran pers ini dapat mengklarifikasi banyak hal.

Jakarta, 13 Juni 2012.

Setiawati Intan Savitri Rahmadiyanti Rusdi
Ketua Umum BPP FLP 2009-2013 Sekretaris Jenderal BPP FLP 2009-2013

An Attribute For My Beloved "MAK" : Karna Memang Kami Sangat Mencintaimu dan Kehilangan Kebaikan2mu, Mak...

Hari ini saya katakan, saya bangga menjadi saksi dari akhir kehidupan baik seorang ibu dan emak banyak orang di sini. Saya sangat bahagia menyaksikan sebuah perjalanan akhir kehidupan yang diakhiri (insya Allah) dengan kalimat2 tauhid. Saya bahagia dalam kehilangan ini, karna memang kehilangan ini kehilangan yang sangat menyesakkan. Bukan sekedar kehilangan sosoknya yang bersajaha dan sangat sederhana, tapi kehilangan terbesar adalah kehilangan kebaikan2 yang biasanya sangat lekat padanya. Semoga saya juga teman2 yang lain dapat meneladani dan meneruskan kebaikan2 dan ajaran2 kebaikan itu seterusnya. Sampai akhirnya kami juga menemuiNya sepertinya.

Semua orang memanggilnya EMAK. Mak Tar namanya.
Semua memanggilnya demikian, sejak anak baby smart sampai ibu2 bapak2 bahkan kakek2 jamaah masjid. Semua memanggilnya sama : EMAK. Sehingga kadang guyonan saya dan kawan2, emak ini kayaknya ga bakal jadi mbah2 deh, soalnya semua selalu memanggilnya emak. Dan dari semua yang memanggil demikian, saya sangat merasakan memang semua merasakan kedekatan dengan emak. Yang anak2 sekolah SD itu seperti frend juga dengan emak, tidak ada rasa takut atau harus gimana dengan emak. Ya like a frend gitu... Akrab. Apalagi dengan kita2 yang ibu2 ini. Itulah kenapa kehilangan ini sangat luar biasa. Karena saya kehilangan keakraban itu.

Beberapa minggu sebelumnya (2 minggu sebelumnya) saya memang lebih banyaki interaksi dengan emak. Emak mengajuikan rekomendasi seseorang yang sakit dan harus ditolong. Kemudian emak juga yang mengantar saya berkunjung ke rumah tetangga kantor yang terkena stroke. Itulah kenangan2 terakhir yang saya alamai bersama emak.

Emak itu... simbol kebaikan disini. Simbol kesabaran yang tak habis2 dirasakan banyak orang. Tetangganya. Teman2 ngajinya. Murid2 ngajinya. Rasanya tidak satu dua orang yang mengatakan (sedih mereka) dengan pertanyaan kenapa emak begitu cepat dipanggil. Emak di mata tetangganya sangat luar biasa pemurahnya. Bahkan tetangga belakang ada yang mengatakan bangunan rumahnya semua kayunya dari emak.

Sejujurnya saya memang sempat shock dengan kehilangan ini. Saya memang bukan termasuk yang bisa memberi kesenangan pd emak, tapi saya benar2 kehilangan. Sy masih merasakan emak ada tiap kali ke masjid utk shalat jamaah, atau saat saya berkunjung ke sekolahan. Tiap pagi emak lewat depan rumah utk jalan2. Entahlah...

Akhir yang baik insya Allah telah menemui emak. Semoga saat ini emak sedang berasyik masyuk bertemu dengan buah2 kebaikan dan keshalihannya. Smg emak saat ini sedang bercanda dengan jamuan surga dan menjadi salah satu bidadarinya di sana.

Pernah suatu ketika emak tidak setuju dengan kegiatan milad partai kami. Namun emak benar2 bisa menyalurkan aspirasinya saat tidak setuju. Tidak semua orang diberitau ketidaksetujuannya, tidak semua orang tau tentang itu. Saat diundang via SMS, emak hanya menjawab "Maap mbak, saya tidak bisa ikut acara itu. Karena di dalam Islam tidak ada istilah milad" Hanya bgitu... tidak ada upaya2 menjelekkan, menunjukkan kelemahan kami, dsb. Ya hanya tidak setuju saja dan tidak bisa ikut kegiatan milad. Benar2 tanpa ada tendensi utk menghakimi acar milad, apalagi sampe menjelek2kan kegiatan milad yang diadakan. Padahal kalo memang ada bibit utk menjelekkan, tidak sedikit orang yang kemudian dalam ketidak setujuannya memaparkan keburukan2 yang itu harusnya bisa ditahan. Luka yang dialami sendiri, lalu dikabarkan pd yang lain sehingga memnuculkan luka baru.

Kemudian, selama saya kenal emak sekitar 5th ini, saya selalu mendapati emak PENUH saat iktikaf. Benar2 penuh dalam rukunnya. Jika sedang terjaga pasti sedang tilawah. Jika tidak, maka sedang shalat. Saya saja pernah kena tegur "Iktikaf kok keluar masuk, ga tenanan" Maap ya makkk...

Akhirnya, emak.... selamat berbahagia ya
aku yakin emak sekarang sedang berbahagia dengan kehidupan emak sekarang.
emak hidup dalam jiwaku dan jiwa orang2 yang mengenal emak, insya allah
kebaikanmu yang membuat kami merasa kehilangan
entah apakah kami akan memiliki emak sepertimu lagi makk...

Ya Allah, tempatkan emak dalam tempat terindahMu
Karna emak layak mendapatkannya insya Allah

Semoga semua dpt mengambil teladan kebaikan ini.
Semangadd !!