Minggu, 19 Februari 2012

Perjalanan Cinta (Part 1)

“Sudahlah, jangan diperpanjang lagi…”
            Kalimat itu menyudahi seluruh kebekuan yang membentang antara Naya dan Jagad. Mata mereka tak lagi beradu pandang dalam perseteruan dan suara mereka pun sudah luruh ditelan nafas-nafas menyesakkan dari dada mereka. Naya berusaha mengalihkan pandangan dari melihat Jagad. Dan Jagad pun membuang mata ke arah yang lebih jauh.
            “Aku pikir aku bisa membanggakan kalian untuk menyelesaikan masalah ini,” tanpa memindahkan kesibukannya dari menyulam benang-benang hitam pada kain biru muda yang membentuk seekor burung kecil, Shina menyela keegoisan Jagad dan Naya. “Jika mau, aku bisa menjadi saksi perdebatan kalian selama kalian mampu. Jika kamu ingin aku diam, Jagad, aku akan diam. Dan aku akan tetap begini seolah-olah aku tak pernah dekat denganmu, Naya,” kedua mata Shina tak lagi berkonsentrasi pada sulaman burung kecilnya. Matanya menatap punggung kedua orang yang dianggapnya teman, ragu sudah menyelubungi hatinya.
            “Shina…
            Shina hanya menjawabnya dengan gelengan. Tangannya menolak kalimat lanjutan yang hendak diucapkan Naya. Tak ada keinginannya kini selain mengeratkan syal di lehernya dan meraih bantal kecilnya. Bantal merah hitam bergambar sepasang angsa putih. Di atasnyalah Shina kemudian meletakkan kepala beratnya yang diselimuti oleh rajutan tebal penutup rambutnya. Beberapa helai rembutnya terlihat karena kain rajutan di kepalanya melonggar.