Minggu, 29 Januari 2012

Triple Bars

Siap2 buat menu ini ahhh.... Mumpung di kulkas jg masih ada sisa coklat :D

Bahannya : Coklat masak, kacang mede cincang halus, biskuit marie potong remah, dark coklat, selai kacang, kepala kering (siap pakai), coklat putih. Kayaknya coklatnya bisa diganti apa saja deh... *nurut aku siy*

Step by stepnya :
- Olesi loyang dg mentega kemudian kaish kertas roti di atasnya. Olesi dasar dan sekeliling loyang ya
- Lelehkan coklat masak lalu tuang dlm loyang
- Taburkan mede dan biscuit setengah dari yang kita punya. Biarkan beku dan kemudian siram kembali dengan coklat masak yang dilelehkan. Dan bekukan kembali
- Lelehkan dark coklat, lalu tambahkan selai kacang, aduk rata dan siramkan ke coklat tadi
- Tabur kelapa kering dan sisa biscuit yang dicampur dg coklat putih leleh
- Setelah beku, siram kembali dg dark coklat. Bekukan kembali dan siap disajikan.

So, kita butuh skitar250gr coklat masak, 200gr dark coklat, 100gr white coklat.
Saya pikir mungkin warnanya bisa dimix dengan yang lain ya. Semoga sukses deh nanti buatnya :P

Smangat home made!!

Jumat, 27 Januari 2012

LAKI-LAKI ato PEREMPUAN ?!

Sebel sama pertanyaan ini. Aneh saja rasanya kalo masih ada pertanyaan itu sedangkan jelas2 di kepala pake kerudung. Haduhhh... Apa juga ini?

Sudah sering saya dapat pertanyaan ini. Iya, ini tentang Nin. Masa' masih saja ada yang nanya "Jaler (laki) ya mbak?"

HAHHH ??!


Pliss dehhh... Oh my goss!!
Tak lihatkah krudung itu slalu bertengger di kepala Nin. Tak lihatkah ada anting di telinganya. Iya kalo nanyanya pas Nin ga pake krudung. Lah ini selalu pas Nin lagi pake krudung, eh masih juga ditanya laki pa perempuan. Ato kadang pas Nin kugandeng, dia dengan rok manisnya, masih jg ada yg bilang "ihh... Pinternaa. Laki pa perempuan mbak?"

Oh tidak bissaa...
Ini yang memang Nin yang wajah cowok atao yang nanya lg siwer ya?
Syebel saya masbroo...
Anakku yang cantik, yg shalihah dg kerudungnya
dia bener2 seorang PEREMPUAN sodara...
PEREMPUAN

*agak2 lebay tulisan kali ini kekeke*

Kamis, 26 Januari 2012

EUFORIA JUALAN

Ini dia ni yang sekarang lagi saya rasakan. Rada akut siy, tapi ga berbahaya kok, paling juga cuman sakit sedikit *apa coba maksudnya?*

My Lighty Nin
Begitulah, saya merasa sedang menuju mimpi saya itu. Saya sedang menjejaki satu per satu tanga untuk mneuju impian saya untuk menjadi mompreneur. Awalnya siy saya pengen fokus pada makanan, buka warung buka cyber cafe and book. Tapi ujug2 Allah memberi ide baru, pas baca2 siang2 itu ada melintas jualan baju. Lah, so what gitu loh? Karena yang ownernya bisa dikontak langsung, ya wis saat itu juga saya ngobrol bla bla bla... Lalu terjadilah yang terjadi *ah, kau menodaiku* hahaha

Lalu masuklah gambar2 baju dan herbal ke dalam akun fesbuk saya. Taraaa.... Bunda bening jualan. Padahal teman2, saya ga punya modal pas itu. Iseng2 sambil doa dan yakin saja, masa' siy Allah ga minjemin saya modal. Ya udah lapak pun dibuka. Pelanggan pertama datang, kedua juga datang. Semoga mendatangkan pelanggan2 selanjutnya.

Bagaimana dengan usaha foody saya?

Rabu, 25 Januari 2012

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 7)

Tujuh bulan dedek.
‘Nda Raya mengusulkan sebuah nama : Langit Mujahid Pratama. Langit usulan dariku, Mujahid dari ‘Nda Raya karna memang dedek berjuang bersamaku bertahan dan Pratama adalah nama ayahnya. Mengapa tidak menamakan anak dengan nama yang Islami? Tanyanya sewaktu itu. Kubilang biar dedek segera paham maksud namanya sebelum kita menjelaskannya nunggu dia dewasa nanti.  Dia pasti sudah mengerti seperti apa langit. Pasti dia akan mencoba berpikir kenapa langit begini dan begitu. Dia akan semakin banyak tanya mengapa kita menamakan langit dan bukan bumi. Kenapa langit biru, kenapa langit luas dan sebagainya. Dan pastinya akan ditanyakan sewaktu dia masih kecil. Karna memang langit sudah dilihatnya sejak dia masih kecil.
“Trus keinginan abid dengan kata Langit apa?,” tanya ‘Nda Raya.
“Ya pengen dedek kayak langit saja. Langit kan luas, tempat bergantung semua bentuk benda yang indah hingga yang mematikan. Ada bintang, bulan, meteor, matahari, mendung, petir, awan dan banyak lagi. Nah, semuanya kan cuman ada di langit dan semuanya kudu terus berputar biar bumi  juga tetap stabil. Jadi aku mau abid bisa menjadi seluas langit saat menaungi orang lain dan tetap seikhlas birunya langit meski tiba-tiba ada mendung atau petir. Dan pastinya setelah semua itu akan muncul pelangi yang kembali membuat langit ceria. Karna memang hakikatnya kan bersama kesulitan ada kemudahan[1].
‘Nda Raya mulai murung lagi.
“Aku takut Allah memang lebih sayang salah satu dari kita, bid,” katanya. “Hingga Allah maunya memanggil salah satu dari kita lebih dulu. Padahal mau kita akan bisa bersama selama-lamanya...
Tercenung aku. Apa siy yang tidak bisa dilakukan Allah, kataku sendiri.
“Kenapa sekarang ‘Nda Raya melemah?
“Aku tak bisa lagi menutupi kekhwatiranku, bid. Aku khawatir aku tak bisa menemanimu dan dedek hingga akhir. Aku juga khawatir memang Allah sayang abid dan pengen abid istirahat setelah lama abid berjuang untukku dan dedek dengan sakit abid.
“Tapi selama ini kan ‘Nda Raya bilang semua juga akan menemui mati?
Dia mendesah. Panjang.
“Iya aku tau. Entahlah, kenapa tiba-tiba aku takut,” samar lelakiku tertawa. “Harusnya aku menyemangati abid ya,” katanya lagi. “Baiklah, jika memang Allah mau siapapun tidak bisa menghindar dari mati. Yang pasti jika aku yang dipanggil lebih dulu aku mau abid njaga dedek seperti selama ini abid njaga aku. Dedek juga boleh memilihkan ayah baru,” katanya setengah tertawa.
Aku tertawa juga akhirnya. “Ikhlas ga?
Dia terkekeh. “Ikhlas khlas khlas...!!
“Udah ah, kapan kita akan berhenti bicara tentang mati? Sudah terlalu lama pikiran kita terjebak pada ketakutan dan kekhawatiran untuk takdir yang belum tentu terjadi pada kita dalam waktu dekat. Mending kita rame-rame menyerang Allah dengan doa biar kita bisa terus bareng-bareng. Ya gak?,” kuangkat-angkat alisku. ‘Nda Raya tertawa.
Hari-hariku kembali berwarna. Aku dan ‘Nda Raya berusaha sekuat upaya meluplakan “deadline” kematian kami. Entahlah, kenapa tiba-tiba ‘Nda Raya ketularan merasa khawatir akan sebuah kematian. Apakah kematian itu? Aku tidak ingin lagi membebani diriku dengan semua itu. Aku ingin semua akan baik-baik saja selama aku bisa. Dan aku juga ‘Nda Raya akan berusaha menjalani hari berdua dengan bahagia saja.
Ibuku masih disini. Ibu mertua juga. Bapak juga.
Semalam ayah datang lagi. Seperti biasa, tersenyum dan bercerita tentang sesuatu. Mengajakku tertawa. Kenapa ayah selalu mendatangiku, tanyaku semalam. Ayah hanya tertawa lagi. Kemudian ayah bilang agar aku tidak kesepian. Kematian itu memang menegangkan tapi juga membebaskan. Semua pasti akan tegang saat menghadapi kematian apalagi jika kematian itu seperti hanya menunggu hari.
Kemudian ayah berkata lagi. Tidak ada seorang pun yang bisa berlepas dari mati. Tidak ada yang bisa melawan mau Allah. Sekarang aku boleh sakit dan dikatakan sulit bertahan dengan dedek di perutku. Tapi bisa saja kan Allah malah memanggil lebih dulu Raya?
Aku merengut. Tidak boleh, kataku.
Ayah tertawa mengucek rambutku. Memang kamu siapa, katanya. Dan aku juga turut tertawa. “Ya kalo gitu temui ‘Nda Raya saja kalo memang dia harus meninggal duluan. Ayah mendatangiku terus-terusan itu rasanya seperti aku yang akan segera menemani ayah,” kataku. Jelas sekali dialog itu.
Ayah terkekeh. “Justru ayah ingin menyiapkan kamu, Ra,” jawabnya.
Aku seolah bernar-benar berbincang dengan ayah. Banyak yang aku tanyakan pada ayah dan banyak juga yang ayah jelaskan kepadaku. Kadang malah tanpa terasa ayah terlalu lama menemaniku hingga kadang aku tak mengerti kapan ayah pamit. Karna aku telah tertidur setelah itu.
Tapi lagi-lagi saat pagi tiba dan aku menceritakan mimpiku pada ibu, bapak dan ‘Nda Raya mereka malah mengolok-olokku. Ibu malah sempat tercenung agak lama. Kemudian memintaku untuk berhenti bercerita.
“Mimpi itu kan karena kamu terpancing suasana. Makanya pikirannya jangan yang aneh-aneh,” kata mertuaku. ‘Nda Raya tersenyum melirikku.
“Ra paling-paling lagi kangen ayah, makanya terus-terusan mimpi ayah,” kata ibuku. “Memang bagaimana wajah ayah kalo memang Ra mimpi tentangnya? Ra saja gak tau wajah ayah kayak apa selain dari foto. Iya kan?
Aku terkekeh. Ibu benar, aku tidak tau sama sekali wajah ayah.
“Eh ‘Nda, Pri nelpon kemaren. Pulang kampung yok!,” kataku tanpa pertimbangan apapun. “Kangen desa aku, ‘Nda. Nanti kan kita bisa rame-rame pulang kampung. Sementara rumah ini kita tinggalkan. ‘Nda Raya kan baru ambil jatah cuti beberapa hari saja, ambil sja semuanya sekarang. Nanti pas lebaran gak usah ambil cuti lama-lama juga gak masalah. Yang penting sekarang kita pulang kampung. Gimana?
‘Nda Raya hanya melirikku. Aku memang tanpa persiapan mengusulkan pulang kampung tadi. Aku juga tidak berharap banyak Nda Raya akan menyetujui. Tadi pagi memang Pri menelpon dan bercerita banyak tentang kampungku. Kerinduanku makin meuncak mendengarnya bercerita tentang sungai masa SMP dulu yang kini dipercantik. Juga tentang taman kumuh masa SMAku dulu. Pri bilang sekarang anaknya juga sangat menyukai berkunjung ke sungai kecil itu.
‘Nda...
“Kan bisa nanti saja kalo dedek sudah lahir, Ra... sekarang Ra konsentrasi saja pada kelahiran dedek,” ujar ibuku segera. Memecah pikiran lelakiku yang mungkin sedang berpikir memberi jawaban padaku.
“Lagian kalo pulangnya pas lebaran kan bisa semakin lama. Taman dan sungai itu bisa semakin ramai. Dedek juga pasti akan lebih gembira dengan keramaian itu. Nanti saja lah sekalian lebaran,” kata ibuku lagi.
‘Nda Raya masih diam. Membenahi kertas-kertasnya.
“Nda...
Ibu menjawilku. Aku merengut.
“’Nda Raya dengarkan aku gak siy?
“Dengaarrr...
“Lha kalo dengar kenapa diam saja?
“Kan masih mbenahi kertas, abidd...
“Ya tapi kan bisa komentar sedikit saja. Jangan cuman melirik gitu tadi,” kalimatku sudah terbaca manjanya. Dia melirikku lagi dan mengacak rambutnya sendiri.
“Jawabannya nanti malam sebelum tidur,” katanya.
“Kenapa lama sekali? Tinggal bilang iya dan tidak saja kan?
“Kalo nanti malam bisa jadi aku bisa jawab iya. Kalo sekarang suruh jawab, aku bisa langsung bilang tidak. Hayo milih mana?
Aku merengut. Kalah.
“Tapi bener nanti malam bisa jawab iya?,” kataku lagi. Dia hanya tersenyum. Melirikku sebentar kemudian mengenakan tas kantornya.
“Ya kan nunggu hasil istikharah nanti di kantor. Memang abid punya hadiah apa kalo kita bisa jalan-jalan ke kampung?
“Apa saja. Apa saja yang ‘Nda Raya mau aku kasih. Gimana?
Dia hanya melengang. Tetap dengan senyumnya. “Gombal!
Kulepas lelakiku pagi ini. Dia masih tersenyum hingga motornya benar-benar tidak terlihat lagi. Akhir-akhir ini memang ‘Nda Raya wajahnya selalu tersenyum. Entah karena apa. Mungkin dia bahagia dengan usia dedek yang semakin dewasa. Mungkin juga bahagia karena melihatku makin sehat saja. Tapi aku juga merasa dia makin pendiam. Bahkan sangat pendiam. Aku berpikir mungkin karna kerjaan kantor. Tapi kadang tiap libur pun dia juga pendiam.
‘Nda Raya pamit. Dia harus berangkat ngantor. Dia menciumku kemudian dedek. Ibuku, ibunya dan bapak.
“Jaga diri, bid. Doakan aku,” pesannya seperti biasanya.
“Nitip abid, bu...
***
Pukul 17.15
Lelakiku belum pulang juga. Entah kenapa karena sangat tidak biasa dia pulang kantor lebih dari jam 16.30. Beberapa kali kuhubungi Hpnya tapi tidak aktif. Ku SMS juga pending. Apakah dia marah ataukah masih bingung dengan keinginanku mengajaknya pulang kampung tadi? Ataukah dia sedang ada kerjaan di kanotr? Ataukah dia mampir ke sebuah tempat? Tapi kemana? ‘Nda Raya sangat tidak terbiasa membuatku khawatir dengan kepulangannya. Aku tau dia tidak akan tega lagi melakukan itu padaku karena dia tau sendiri kondisiku yang tidak boleh terlalu cemas, khawatir ataupun takut.
Kudengar salam dari seberang.
“Kok gak pulang-pulang?
Dia tertawa kecil. Maaf, katanya. Saat kutanya kenapa HPnya tadi sempat mati, dia bilang maaf lagi. Tidak banyak kata yang diucapkan selain maaf, kemudian ‘Nda Raya berjanji akan segera balek secepatnya. Kemudian segera mengucapkan salam. Aku merajuk sendiri disini. Pikiranku mulai dipenuhi dengan pertanyaan dan kekhawatiran.
Semua serba tidak biasa. Kenapa?
Aku mulai merasakan gelisah dan kekhawatiran yang sangat tidak biasa juga. Kenapa ‘Nda Raya tiba-tiba bisa begitu? Padahal selama aku sakit, tak pernah sekalipun ‘Nda Raya melakukan sesuatu yang membuat aku bertanya lebih banyak dari dua pertanyaan. Dia akan selalu biarkanku bermanja dan merajuk padanya.
Pukul 17. 35
Dia bilang akan segera pulang. Ini sudah 25 menit dan tidak terlihat tanda dia akan pulang. Kembali ku hubungi HPnya. Tapi tidak diangkat. Kuulangi lagi, tetap tidak diangkat. Mungkin sedang dalam perjalanan. Tapi rumah-kantor hanya lima belas menit. Macet? Ah.. ‘Nda Raya sangat jarang melewati jalan ramai. Tapi siapa tau memang dia sedang ingin menikmati kemacetan.
Bagaimana ini? Ya Allah... tolong aku. Tenangkan aku.
“Raya kok belum pulang ya, Ra?,” tanya ibuku semakin membuatku tidak berani beranjak dari dudukku. “Ra sudah hubungi Hpnya?,” pertanyaan itu kembali kujawaab hanya dengan isyarat kepala. Mengangguk.
Ibu seperti mengerti keadaanku. Dia mengelus kepalaku kemudian menenangkanku. “Ya sudah, gak papa. Kali saja Raya lagi di jalan atau masih mengerjakan tugas kantor. Nanti juga dia akan pulang kalo dah selesai. Ya kan?,” ibu masih terus mencoba menenangkanku. Aku mulai terisak kini. Kukatakan, “Tapi ‘Nda Raya tadi bilang dia akan pulang cepat. Dan harusnya dia sudah sampai rumah. Dia gak angkat HP aku bu... dia juga gak balas SMS. Kenapa ‘Nda Raya sekarang seperti cuek denganku?
Ibu hanya kembali mengelusku.
“Dia baru sekali seperti ini kan? Ra harus adil dong... Jika selama ini dia sudah sangat baik bahkan selalu melakukan yang terbaik untuk Ra, kalo saat ini dia melakukan sesuatu yang membuat Ra khawatir dan Ra tidak menyukainya, bukan berarti dia cuek. Tidak bisa begitu, Ra... Ra juga kudu bisa adil pada penilaian terhadap Raya. Bagaimanapun Raya tetap punya sisi hidup yang hanya ada dia saja. Hanya dia dan dunianya. Sama seperti Ra yang kadang tiba-tiba tidak ingin diganggu bahkan disapapun Ra tidak mau. Kalian memang  sepasang kekasih, tapi kalian juga tetap pribadi dan pribadi. Kalian, Ra dan Raya, tetap punya sisi hidup sendiri.
Aku mulai tenang. Kenapa aku banyak sekali menuntut pada ‘Nda Raya yang hanya mengambil hak tenangnya sedikit saja? Padahal nyatanya hampir tiap hari aku selalu bersandar padanya. Tidak ada waktunya yang tidak diberikannya untukku.
“Mungkin Ra hanya sedikit kaget dengan keadaan yang tiba-tiba ini. Sejak Ra sakit kan Raya selalu berusaha untuk tidak melakukan semua hal yang membuat Ra khawatir dan takut. Dan akhirnya Ra nyaman dengan keadaan itu dan selalu takut bila menemui keadaan yang tidak seperti itu. Raya hanya ingin tenang mungkin Ra... jadi Ra juga jangan terlalu khawatir gitu. Sementara ini jangan bebani Raya dengan manja dan rajukan Ra. Ra kudu tetap bisa tersenyum dengan kepulangan Raya. Bisa kan?
Kembali aku hanya diam. Membayangkan dimana ‘Nda Raya memang membuatku kembali merasakan kekhawatiran.
“Tapi Ra takut ‘Nda Raya kenapa-kenapa, bu...
“Makanya Ra doa banyak-banyak biar Raya tetap dilindungi. Biar tidak ada apa-apa dengan Raya. Ra juga akan lebih tenang nanti. Kasiyan dedek kan kalo ikut-ikutan khawatir begitu...
Ya Allah... tenangkan aku. Jaga lelakiku.

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 6)


EPISODE IBU
Bagi dunia, kau hanyalah seseorang.
Tapi bagi seseorang, engkau adalah dunianya.[1]
Masih sangat pagi saat kulihat ibuku memasak. Aku masih 4 tahun.
Ibu melakukan semua itu sendiri. Di rumahnya sendiri. Sambil memasak ibu akan menyapu dan sesekali memberi makan ayam-ayam. Kemudian ibuku  juga akan meneriakiku untuk segera bangun. Aku mendengar tapi belum ingin terbangun.
Pukul 05.30
Aku hanya mengerjab. Kemudian kembali memeluk gulingku.
”Tidak bisa, Ra... Ra harus bangun, ayo!,” ibuku menarik gulingku dan mengangkat paksa aku. Tapi tidak menyeretku. Setelah memaksaku bangun ibu pasti menggendongku dan menurunkanku di kamar mandi. Kamar mandi yang dingin pasti akan membuatku terbangun. Bahkan kadang menangis dan menjerit.
Ibu selalu mencoba menertibkan jadwal shalat dan ngajiku. Tiap sore pasti aku sering kejar-kejaran dengan ibu untuk segera mandi dan pergi mengaji di mushola. Aku kerap kali lebih memilih bermain di kali bersama teman-temanku dan tidak menghiraukan panggilan ibu. Hingga akhirnya ibu yang mengejarku ke sana kemari untuk menyuruhku mandi dan ngaji.
”Sudah besar kok masih kudu dipaksa untuk mandi,” kata ibuku. Usiaku sudah 7 tahun saat itu. Kelas 1 SD.
Ibu juga selalu membantuku berpakaian saat itu. Membantuku merapikan pakaianku hingga aku selalu terlihat rapi. Tidak pernah aku pergi sekolah tanpa baju yang rapi tersetlika. Di tasku selalu ada sebotol minuman dan sekotak makanan.
”Aku ingin punya ayah, bu!
Dan ibuku pasti akan menjawabnya dengan senyum saja. Kemudian mengalihkan perhatianku dengan berbagai serita dan pertanyaan untukku. Setelah itu pasti ibu akan menciumku dan mengantarku hingga pintu depan. Aku selalu bisa berangkat sekolah tanpa beban. Hanya bahagia.
”Kata bu Wati, pak Joko naksir ibu ya?,” tanyaku pada ibu setelah pulang ngaji.
Usiaku sudah 13 tahun ketika itu. Aku melemparkan tasku dengan keras.
”Eh kenapa tidak baik gitu, Ra?,” tanya ibuku kemudian. Aku merengut sempurna. Tidak ada tawa sama sekali. Aku duduk pun dengan cara marah.
”Ra tidak suka dengan pak Joko. Dia genit!,” teriakku. ”Ra tidak akan pernah rela pak Joko naksir ibu. Kalo ibu sampai menikah dengan pak Joko, Ra akan pindah dari rumah dan ikut mbah uti!,” kataku lagi.
Aku sudah tak mampu menahan air mataku. Aku menangis dengan sepenuh emosi. Ibuku segera memeluk dan bercerita padaku tentang ayah. Hanya sedikit sekali. Karna kemudian aku pasti akan diam.
”Jadi ibu tidak akan naksir pak Joko?,” tanyaku. Ibu menggeleng.
”Janji?
”Iya, janji. Ibu akan setia pada ayah. Itu janji ibu.
Aku kemudian seperti merasakan kelegaan yang luar biasa. Aku merasakan keadaan sudah sangat aman dan tentram karna ibuku pasti tidak akan menerima pak Joko yang genit itu untuk menjadi ayahku. Enak saja!
Ya meski mungkin memang aku belum mengerti benar maksud setia yang ibu katakan itu. Aku hanya mengerti setia artinya ibu tidak akan memilih lelaki yang lebih buruk dari ayah. Setia berarti ibu tidak akan menikah dengan lelaki yang tidak kusukai. Pastinya aku lega akan semua ini.
Aku sudah 17 tahun sekarang. Dengan seragam abu-abu.
Sering kali aku bertanya kepada ibuku kenapa tidak menikah lagi, tapi jawaban ibuku tetap. Ibuku pengen setia pada ayah. Aku tak mengerti kenapa ibu sangat ingin setia pada ayah. Sementara ayah tidak setia pada ibu.
”Ayah bukan tidak setia, Ra. Ayah hanya tidak punya pilihan,” kata ibuku. ”Ayah juga maunya pasti menemani kita selamanya. Tapi kan Allah lebih tau takdir terbaik untuk kita. Ayah benar-benar tidak punya pilihan...
Kemudian ada seorang laki-laki melamar ibu. Keluarganya cukup baik. Duda. Beranak dua. Yang paling besar adalah kakak kelas di sekolahku. Tapi bandel. Suka ganti-ganti pacar dan katanya teman-teman suka main perempuan. Pernah tidak naik kelas juga. Hah?!
”Kalo anaknya begitu, orang tuanya bagaimana ya bu?
Ibuku hanya melirik. Seperti tak ingin menanggapi.
”Buah jatuh kan tidak jauh dari pohonnya. Kecuali dia dipindahkan,” kataku. Kemudian aku tertawa. ”Yahh... sebenarnya memang aku tidak suka dengan anaknya. Tapi kalo memang ibu merasa cocok dengan ayahnya, ya silakan saja. Aku akan dukung ibu.
Ibu kembali hanya melirikku.
”Buu... kok cuman gitu doang dari tadi?
”Lha mau gimana? Mau ditanggapi apa?
”Ya apa gitu... cuman melirik mana bisa diartikan!,” sungutku.
”Itu artinya ibu gak tertarik,” jawab ibuku sederhana.
”Kenapa?
”Ya karna ibu tidak tertarik.
”Kenapa?
”Ya karna ibu tidak tertarik.
Aku merengut. ”Ibuuu’... Kok gitu?
Ibu tidak menyahut lagi.
”Bagaimana kalo mbah uti marah? Mbah uti selalu bilang ibu ini memang suka repot sendiri. Aku tidak rela ibu dibilang macem-macem gitu. Belum lagi kata tetangga. Mbah uti pasti akan marah lagi kalo tau ibu menolak yang ini juga. Ibu tidak takut?
Ibu hanya menggeleng.
”Buuuu’... Ibu berhak bahagia, bu’...
Kini ibu memandangku. Tegas. ”Ra pengen tau bagaimana bahagia ibu?
Aku mengangguk.
”Biarkan ibu bahagia dengan ayah. Itu saja,” katanya.
”Tapi kan...
”Ibu tidak ingin ditemani selain ayah nanti di sana,” kata ibuku lagi. Tangannya mengacung ke atas. Aku mendengus.
”Ra pengen punya ayah?
”Kadang,” jawabku. ”Ra pengen ada yang antar Ra kemana-mana. Ada yang gendong Ra. Ada yang bantuin Ra cari kabel buat fisika. Ra juga pengen nanti saat menikah, ayahlah yang menikahkan Ra...
Mataku sudah berair kini.
”Ibu tau. Maafkan ibu ya! Tapi ibu yakin Ra bisa ngerti maksud ibu. Mungkin nanti pasti Ra bisa ngerti maksud ibu dengan sempurna. Ayah tidak akan terganti oleh siapapun, itu yang ibu tau. Ibu akan mencoba semampu ibu menjaga cinta pada ayah.
”Mungkin ibu egois padamu yang menginginkan seorang ayah untuk hari-harimu. Tapi ibu lebih khawatir lagi jika ternyata ibu tidak bisa memilihkan ayah yang baik untukmu, sekalipun semua orang bilang dia baik. Ibu dan kamu yang akan menjalani hari-hari dengan ayah baru itu. Bukan orang lain. Kalaupun ada pilihan yang salah, ibu juga tidak siap Ra salahkan. Meski mungkin Ra juga tidak akan menyalahkan pilihan ibu, tapi ibu benar-benar tidak ingin memilihkan orang yang salah untuk Ra.
Aku masih menangis. Baru kali ini ibu berbicara sangat panjang padaku.
”Ayahmu juga sangat mudah menangis. Bahkan saat bahagiapun dialah orang pertama yang akan terlihat air matanya. Dan dia tidak malu,” kata ibuku. Lembut tangannya menyeka air mataku.
Benar-benar seperti ada samudra yang entah bernama apa di matanya. Meski aku sangat jarang melihatnya menangis, tapi cukup diamnya saja saat aku bertanya tentang ayah, aku tau ibu benar-benar tak ingin mengganti ayah. Ibu pasti sudah menyiapkan segala kemungkinan yang terjadi saat memutuskan tidak mengganti ayah dengan siapapun. Sementara usia pernikahan ibu juga usia ibu saat itu masih sangat wajar jika menikah lagi. Dan ibu tidak melakukan itu.
Perlahan memang aku bisa menerima keinginan ibu tentang ayah. Meski kadang saat aku sangat ingin diantar kemana-mana keinginan untuk memiliki seorang ayah kembali mengusik. Beruntung aku memiliki paklik yang bisa kuajak kemana-mana. Juga seorang saudara sepersusuan yang juga bisa kujadikan satpamku.
Memang tidak mungkin Allah akan memberikan kesulitan tanpa solusi disampingnya. Tidak mungkin juga Allah akan melepaskan aku dan ibu hanya berdua di bumi ini. Pasti akan ada banyak orang yang akan membantu tugas ayahku sekalipun mereka bukan ayahku.
Dan saat ini, aku akan menjelang pagi juga bersama ibu...
***
”Ayahmu kecelakaan.

Selasa, 24 Januari 2012

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 5)


Hari ini aku kontrol. Bersama ’Nda Raya.
Dedek sudah menuju usia enam bulan. Aku keluhkan nyeri di kepalaku yang sering kali tiba-tiba muncul. Tapi dokter menjawab mungkin itu efek tekanan darahku yang tidak stabil. Atau pikiranku yang kurang rileks.
Aku sengaja tidak menceritakan tentang mimisanku yang terjadi beberapa kali. Pertama saat aku cemas saat ’Nda Raya pulang larut. Kedua saat aku main ke kantor ’Nda Raya. Ketiga kemaren saat aku jengkel karena tidak dibolehkan ikut ibu belanja sayur.
Dokter menanyakan apakah aku pernah mimisan dan kujawab tidak. Aku berbohong, tapi aku tidak takut. Sekali lagi dokter bertanya padaku apakah aku pernah mimisan. Dan sekali lagi kujawab tidak. Akhirnya dokter itu menanyakan kondisiku yang lain. Dokter bertanya bagaimana nafasku, bagaimana tulangku, bagaimana emosiku, bagaimana kegiatan fisikku.
’Nda Raya banyak mengeluhkah aku yang bandel. Aku hanya tertawa dan sesekali menginjak kakinya. Dokter kemudian menuliskan resep baru. Katanya vitamin. Dan dokter memintaku melakukan CT scan lagi.

Unlimited Wealth

Ya, benar. Ini memang judul buku Bong Chandra. Buku ini sudah sangat lama saya lihat, tapi sinda dan juga saya baru tergerak membelinya minggu lalu. Biasanya cuman kami liat dan pegang lalu dilewati. Bukan masalah uang, tapi entahlah mungkin belum jatuh cinta saat itu. hihihi

Nah minggu lalu akhirnya jatuh cinta juga. Sebenarnya misinya membeli buku resep buat saya dan beli satu buku bagus dan penuh energi. Nah, awalnya liat2 buku milik siapa gitu lupa saya, trus buku Reynald Kasali, trus buku motovator luar, chicken soup dsb. Pilihan sinda saya tolak coz say ga suka *maap ya sayang* Lalu akhirnya keputusannya beli buku ini : Unlimited Wealth

Bagaimana rasanya baca buku ini?

Luar Biasa!!

Jatuh Cinta Pada Bento

Ini gara2 sekarang banyak liat2 film korea, lihat dandanan orang2 korea di tipi. Lah, apa hubungannya? Ga da siy, saya lagi pengen lebay saja. Kan sekarang lebay itu like this yooo... hahahaha

Bento. Saya tau sebenarnya sudah lama, tapi pengetahuan saya tentang ini masih sangat dangkal. Nah, kemaren pas hunting buku kreasi coklat, nemulah buku itu. Buku bekal ala Jepang. Trus isinya tentang Bento. Jadi, apakah Bento itu? Silakan buka wikipedia ato tanya mbah gugel pasti ngerti.

Kenapa saya jatuh cinta?

Karna tampilannya yang cantik. Trus imut2 gitu. Isinya juga lengkap. Nasi, sayuir, lauk, buah jadi satu. Dan bener2 seimbang gizinya. Nasinya dibentuk2 jadi indah banget. Sayurnya sebagian besar setengah matang dan lebih banyak dalam bentuk salad. Buahnya segar. Warnanya jadi seger gitu liatnya.

Gara2 baca dan liat2 Bento, saya jadi pengen banged segera buka warung cyber dg menu2 sederhana dan sehat. Btw, yang mau pesen Bento, bisa call me :)) DIjamin tidak mengecewakan!

Smangad pagi slalu!

Senin, 23 Januari 2012

NASI GORENG PATTAYA

Lagi2 ini adalah menu yang awalnya saya rasakan di resto jamur. Nasi goreng pattaya. Aawalnya siy cuman  gara2 pensaran dengan bentuk nasgor pattaya tu kayak apa. Setelah tau dan merasakan, ya saya yakin syaa juga bisa buat untuk sinda dan keluarga.


Ini dia jadinya. Maap, potonya pake HP, kameranya lg dipake nikahan sodara. Hiks2

Bahannya simple.

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 4)


Mimpi itu datang lagi!
Kali ini dengan lebih jelas. Ah tidak, masih belum terlalu jelas. Tapi perasaan takutku sama dengan mimpi yang pertama dulu.
Aku kembali menangis. Kemudian merasakan sesak di dadaku dan sakit di hatiku. Kulihat ‘Nda Raya masih tersenyum padaku. Dengan senyumnya yang sama seperti biasanya. Bahkan dia masih tetap menenangkan aku saat aku menangis itu. Dia masih memegang wajahku saat itu.
Tatapnya itu… Tidak ada tatap yang biasanya. Hanya ada sendu. Itukah yang membuatku menangis? Perlahan jarak menjauh dan senyum ‘Nd Raya masih terkembang. Masih mencoba menenangkanku dengan teriakannya yang khas di telingaku. Katanya “Baik-baik ya! Jangan cengeng lagi. Doakan aku”
Kalimat yang sama. Sendu yang sama.
“Nda!,” berbutir-butir keringat telah membasahi bajunya. Aku sudah berada di pelukannya sekarang.
“Semalam abid panas lagi trus ngigau minta dipeluklah, gak mau ditinggalin lah… ya karna ngigaunya berulang-ulang dan panasnya makin tinggi apalagi siangnya abid juga sempat pingsan, ya aku angkat abid pindah kamar,” katanya. “Gak papa kan?,” tanyanya lagi.
Aku melihat sekelilingku. Memang bukan kamar kami.
“Dimana?

Jumat, 20 Januari 2012

Bermain Bersama Coklat

Nah, ini dia uji dapur besok. Ahaaa...

3 batang coklat sudah ada di kulkas. Dark coklat, strawberry dan melon. Awalnya mau buat coklat peanut saja lah yang mudah. Tapi kok ya kliatannya ga menarik anak2 utk makan ya. Akhirnya browsing2, nemu deh si lolypop. Untukmu Nin sayang, bunda buat coklat ini. rasa cinta nak!

Baiklah...

coklat itu dilelehkan trus dibuat bulatan2 di kertas roti. Ukuran bisa terserah. Letakkan stik eskrim di atas kertas roti lalu siram bagian atasnya hingga stik tidak keliatan. Diamkan beberapa saat hingga mengeras, lalu hias sesuka hati. Masukkan kulkas, jadi deh...

Hiasan bisa pake trimit, macam2 warna2 yg biasa dipake topping kue, permen jelly, dsb. Hias sesuka hati. Bisa taburan bintang2 trimit, bisa wajah dsb. 

Tak sabar menunggu besok. Ayo smangat, smg dimudahkan!
I love you, lighty Nin!

Kamis, 19 Januari 2012

Sayap Yang Tidak Akan Pernah Patah

Mari kita bicara tentang orang-orang yang patah hati. Atau kasihnya tak sampai, atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah. Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ‘majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas ditempa takdir, atau layu tak berbalas.

Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata.

I AM READY TO JUALAN

Yuhuuuu...

Bukan apa2 neh, ini dalam rangka mewujudkan visi menjadi MomTerpreneur. Mommy yang bisa jualan, biar bisa ngajari anak2ku nanti. Alasan utamanya ya karna pekerjaan berdagang itu adalah pekerjaan yang paling perhitungan. Kamsudnya gini, dimana2 orang jualan itu pasti ngitungnya detail. Mulai berapa harga pokok, dasar, bahan, ntar jualannya berapa, kalo direseller jd berapa, kalo di dropshit jadi gimana bla bla bla...

Nah, saya dan sinda unyu2 sebenarnya dari dulu selalu bercerita kalo kelak anak2 akan diajari jualan saja. Meskipun jika sama Allah dijadikan pegawai atau apalah itu, insya Allah tetep diajari jualan. Bahkan saya dan sinda unyu2 sudah merancang jika kelak Nin dan adek2nya sudah mengerti uang, sudah mengerti apa itu kerja, mereka akan kami titipkan pd orang2 yang memiliki pekerjaan/usaha di rumahnya pada saat liburan sekolah. Tapi jika diidznillah kami diberi kesempatan menjadi pedagang juga, maka anak2 akan kami ajari di rumah. Jadi meskipun akadnya membantu, tapi tetap harus dpat apresiasi upah. Gituh ya bahasanya? *Ribet* Semoga Allah memudahkan kami mendidik anak2. Amin

Back to topick!
Yes, im ready to be seller. bener ga boso enggrese ni? Soalnya saya ni sekarang rada2 dudul dengan boso Enggres *ngeles*. So, apa jualan atau dagangan saya? Ini dia, cekidot...

Saya menjual makanan.

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 3)

             Setengah Tahun Pernikahanku.
Aku semakin banyak mengenalnya. Mengenal ‘Nda Raya. Dia pun sudah terbiasa memanggilku dengan Abid. Kadang dengan kata sayang di belakang.
Masih terkendali. Semua masih hangat.
Perdebatan seru selalu bisa diakhiri dengan tasbih. Ego yang sering kali kuat menghajar pertahanan emosi kami pun lebih sering teredam dengan istighfar. Meski kadang, aku –yang punya modal sangat manja- ini sering kali membuat ‘Nda Raya menahan nafas. Untuk memahamiku.
“Aku akan memahamimu sebagai kamu,” ujarnya selepas pertarungan penuh kemenangan Ahad pagi lalu “Dan bukan sebagai aku,” katanya juga.
Selalu saja ingin kurangkulkan diriku pada pundaknya. Meski memang saat ini dialah satu-satunya sandaran kelelahanku. Satu-satunya yang bisa kugenggam saat aku merasa lemah. Kemudian juga yang paling banyak membuatku mengingat tentang detik yang tidak berhenti. Hidup ini.
Dan aku tersandung saat ini. Aku melukainya. Hatinya berdarah. Ah!
Aku cemburu, Ra. Untuk semua yg kubaca. Kenapa?
Pesan singkat itu dari ‘Nda Raya. Dia tidak memanggilku ‘Bid. Harus kujawab apa. Diam juga bukan solusi. Tolong aku, Allah…
Aku ke kantor  ya, ‘Nda! Pas  lunch ya? Balasku.
Cepat pula ‘Nda Raya mengirim balasan. Simple. Ga usah. Ada meeting. Jaga rumah saja.
Aku kehabisan kata. Nanti sore aku jemput boleh?
Ga usah, Ra… Ada jadwal ngaji sore ini. pulangku malam.
Deg!
Aku menangis sekarang. Aku takut dengan dinginnya saat ini.
Cepet pulang ya! Aku nunggu.
Aku sangat berharap ‘Nda Raya membalas pesan terakhirku. Seperti biasanya. Dengan canda dan guraunya.  Tapi tidak ada. Hingga dia pun lupa tak menanyakan sudah makan siangkah aku. Sudah sholat dhuhurkah aku.
Aku terpekur sendiri. Tergugu dalam diam. Aku kehilangan cahayaku yang berbinar enam bulan ini. Aku kehilangan matahariku yang selalu menghangatkan dinginku.
“Itu biasa, Ra… namanya juga emosi,” kalimat ibu menenangkanku. Aku tidak bercerita tentang yang terjadi padanya. Aku hanya bertanya tentang kewajaran yang terjadi saat emosi.
Aku mencoba menenangkan diri. Merasakan senyap yang dalam saat berada di kamar kami. Kutarik buku itu dari laci. ‘Nda Raya memberi tanda tepat pada halaman yang dibacanya. Semalam. Ya… tadi malam. Saat aku masih lelap dan ia menjalankan sholat malam.
Apakah engkau mengkhianatiku, cinta?
Apakah engkau membagi sayang itu?
Apakah engkau tau : aku cemburu
Aku tidak ingin ada akar yang menyentuh pohon cinta kita
Aku tidak ingin ada semian baru di dalam pohon cinta kita
Selain akar kita
Selain semian cinta kita
Apakah aku kurang
Terhadapmu
Cinta?!
Aku menangis. Dan setelah itu ‘Nda Raya lebih banyak diam. Sarapan pun berlalu tanpa ada kalimat. Aku bicara juga tanpa sahutan. Hanya diam. Beku. Dingin.
Hanya kalimatnya sebelum benar dia pergi ke kantor tadi. “Aku ingin tenang dulu. Tolong jangan tanya apapun ya!
Aku menatapnya. Buku yang dibaca ‘Nda Raya sudah di tanganku saat aku membuka mata tadi. masih dengan tatapnya yang luka, lelakiku mengangsurkan buku itu.
Luka itu ada pula di matanya. Yah Allahh…
Disitu, di buku itu :

Sarapan Pagi Ini... MANTAP!

Apa coba maksudnya? Pamer? Promosi?

Yaiyalah... dalam setiap tahap perkembangan *halah* haruslah kita selalu siap dalam kondisi promosi kebaikan diri. Iya kan bener kan? Nah begitu juga dengan pagi ini. Menyiapkan sarapan pagi ini ngerjakannya sudah sejak kemaren malam lho... Lama kan?

Baiklah, sini saya pamerin dikit. Sarapan saya dan keluarga pagi ini adalah tumis taoge sosis tahu. Cuman gitu doang? Tapi ngerjakannya sejak semalam? Yaiyalah... wong critanya saya lagi uji coba resep sosis tahu. Jadinya ya gitu, disiapin semua bahannya. Trus umek2 deh di dapur. Baru kelar jam setengah 9, itupun karena diselingi si Nin yang kudu memem mau bobo. Tapi hepi saja pas uji coba sosis ini, langsung sukses man... hahaha

Dan ini semua tidak lepas dari kerjasama sinda suami abinda tersayang unyu2.

Masih Tetep Collect2 Photo

Ini tadi coba2 pake piZab. Hm, keren juga...
Sekarang ini lagi seneng2na buat photo collect gitu. Jadi bisa liat langsung banyak foto dari satu frame. Keren kan? Jadi makin sering nampang dan narsis2an hahaha
Apalagi utk Nin, ini sangat kereeeeennn... !!

Ini yang dari piZap.

Ngaji Sore Ini... ANEH!

hahaha
Jadi critanya sore ini agenda sy ngaji rutin dengan kawan2. Ya bagaimanapun juga saya butuh orang2 yang menjaga atmosfer kebaikan dalam diri saya, biar ada yang menasehati, mengingatkan, dan memberi hiburan. 

Jadi kenapa?
Biasalah... saya kan suka lebay :D Gimana ga aneh, lha wong dalam ngaji ada guyon2an lucu2. Saling uji nyali. Maksudnya karena keragaman anggota ngaji saya, maka jadinya kalo disuruh presentasi jadi beda2. Masing2 lucu2, bahkan kadang dalam keseriusan masih juga ada tawa.

Selasa, 17 Januari 2012

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 2)


Selepas masa muda kami sebagai pengantin berakhir, ‘Nda Raya segera memnoyongku ke rumah kecilnya yang baru. Sebuah rumah di kompleks yang sederhana. Mungil, segar dengan beberapa tanaman, ada masjid di pojok komplek dan sudah banyak tetangga. ‘Nda Raya bilang rumah ini dikreditnya sejak pertama kali bekerja.
“Kalo beli cash kan gak mampu, dek,” katanya. “Mampuku ya kredit gini kayak motor ini dulu. Pelan-pelan. Tapi gara-gara kebanyakan kredit gini, aku termasuk telat nikah. Untung saja bidadari yang kuperhatikan sejak kuliah masih belum ada yang mendekati, jadi aku tidak kehilangan sebelum sempat memiliki. Heheheh.
Aku tertawa. “Memang sejak kapan memperhatikan aku?,” tanyaku sok penting. Setelah itu aku tertawa sendiri dengan pertanyaanku.
“Gak tau sejak kapan. Pokoknya pas dulu di basement ada acara anak-anak BEM, kamu kan jualan es buah kan? Pede banget kamu jualan itu dan dengan senyum yang memang manis –ehem- es buahmu laku keras,” aku tertawa dengan deheman yang diciptakannya tadi. “Ya tapi kalo kupikir-pikir sekarang bukan karena senyummu kali ya, tapi memang cuaca pas itu panas banget,” katanya sambil melirikku.
“Owh gitu. Baiklah, untuk kali ini dimaafkan kalimat terakhirnya. Awas ya numpuk-numpuk hukuman sendiri, kalo sudah banyak bisa masuk rumah sakit nanti,” ancamku santai. Kulihat dia tertawa sangat rekah dengan ancamanku.
“Tapi indah juga ya, Ra. Aku sendiri pas itu sudah semester tua, kamunya masih semester mudah banget. Cuman pas itu aku juga sudah bekerja paruh waktu, jadi aku agak pede saja bisa mendapatkanmu nanti. Apalagi kemudian kamu juga aktif di pers kampus yang kubina. Uhuy!
“Biar aku yang angkat, Ra. Berat itu,” tangannya sigap menarik pot bunga yang agak besar dari tanganku. “Ditaruh sini ya?
Pekerjaanku dan dia hari ini adalah merapikan rumah mungil kami. Dia memang sudah menempatinya sejak setahun lalu untuk menghemat biaya BBM katanya. Jarak rumah ibu dengan kantor dua kali lebih jauh daripada jarak kantor dengan rumah ini. Jadi sewaktu pertama kali aku menjadi ratu disini, rumah ini sudah berisi beberapa perabotan rumah tangga. Ada rak buku di pojok ruang tamu dan sebuah computer tua.
“Memang gak takut tinggal sendiri?,” tanyaku.
“Ya kadang takut siy. Takut ada tikus. Hahahaha,” kelakarnya.
Aku melotot ke arahnya. “Puasss?!
“Dek,” panggilnya. Aku menoleh dan agak kikuk menatapnya.
“Ceritakan padaku tentang perasaanmu saat aku mengutarakan keinginanku melamarmu. Kamu kaget gak?
Aku menggeleng.

Nin Lagi Blajar Di UFO dan GRAMEDIA KEDIRI

Nin lg di tangga lantai 2 UFO
Pinter ya nakk...
Sabtu lalu Nin saya ajak ke Gramed dan UFO Kediri. Buat cari2 buku resep2 dan liat2 barang bagus di UFO :D Ini dia capture Nin *pake HP bunda*


PUDING PAGI

Judule terkesan mekso banged ya. Biar sajaa... Kan keren yg mekso2 itu hahaha. Yupp! Pagi ini saya buat puding lucu dan imut2 *mulai lebay*. Awalnya siy karna pagi ini tak ada agenda masak di rumah coz masih ada masakan kemaren, sayur tumpang khas Kediri plus kuluban plus2 yang lain. Jadi bener2 tak ada agenda masak, so saya berpikir buat puding ahh... Buat sarapan2 orang2 yayangku :D

Akhirnya saya siapin bahannya niy, mudah sangat! tanpa kudu mixer2 atau apa gitu. Soalnya ini puding sepesial ga pake telor. Puding Roti Susu.

Senin, 16 Januari 2012

Keputusanku Mencintaimu Saja (Part 1)


Kubiarkan angin menghembuskan satu nama itu. Kubiarkan kaki rapuhku basah oleh ombak. Dan kubiarkan juga mataku menatap kosong berbagai macam lukisan alam di depan dengan liar.
            “Pulang, Abid…
            Kubiarkan pula satu suara dari dunia luarku. Suara lelakiku. Alam yang kuciptakan sendiri semakin membuatku nyaman menikmati tingkahan angin. Juga teriakan-teriakan hewan langit. Sepertinya yang ada dalam pikirku memang sejenak membiarkan saja tingkahan-tingkahan polah sekitarku.
            “’Nda…
            Akhirnya aku turut menjawab seru suara tadi. Mengucap dengan lirih satu nama yang erat kuat hidup dalam dadaku. Perlahan aku bangkit dan berjalan pulang. Di depan jelas terlihat kilau senja yang terbias dengan ombak yang merenang jelang hadirnya rembulan. Bibirku menyungging senyum seolah ada yang menunggu di depan pandang mataku.
            Dan benar… Memang begitu adanya. Aku pulang.

 ***---***
       

Pengen Hamil (Lagi)

Aiiiaahhhh...
Ini sinderom (baca:syndrom saja ya:D) saya akhir2 ini. Pokokna rasanya pengeeeeennn bangged hamil lagi. Apalagi kalo trus liat orang hamil, trus liat bayi yang masih bayi gitu, trus atau pas njenguk orang lairan. Rasanya puengeeenn hamil lagi.

Jadi apa masalaahnya?


SOSIS TAHU

Bahan :
450 gr tahu, hancurkan
250 gr udang yg sdh dikupas
100 cc putih telur dingin (dr kulkas)
1 btr telur
100 gr tepung tapioka
1 btg daun bawang, iris halus


Kreasi Roti Tawar Part 2

Nah, kalo yang ini rada ningkat usahanya. Maksudnya rada ada tambahan bahan dan rumit dikit lah... Tapi tenang, agak simple kok. Yuk cekidot!
- Roti tawar
- Telur puyuh
- Telur kocok
- Tepung roti
- Minyak goreng

Untuk isi :

CUPCAKE

Bahan A.
200 gram butter
50 gram margarin
250 gram gula halus
1 sdm susu kental manis

Cheese Stick

Bahan-Bahan :
200  gram tepung terigu Segi Tiga Biru
30  gram tepung kanji
1/2  sendok teh merica bubuk
sendok teh garam
175  gram keju Edam parut
75  gram margarin, lelehkan
butir telur ayam, kocok
sendok makan air
  Minyak goreng

Cara Mengolah :
 
1. Taruh tepung terigu, tepung kanji, merica, garam, dan keju dalam mangkuk. Aduk hingga rata.
2.Tambahkan margarin leleh dan telur kocok. Aduk hingga menjadi adonan yang licin.
3. Bagi adonan menjadi 3-4 bagian.
4. Gilas masing-masing bagian hingga tipis dan lebar.
5. Masukkan lembaran adonan ke dalam mesin pembuat mi atur lebarnya di nomor 1, atau potong-potongvertikal, dengan lebar sekitar 7 mm - 1 cm.
6. Potong adonan, hingga sepanjang 8-10 cm.
7. Panaskan minyak banyak di atas api sedang.
8. Goreng potongan adonan hingga kuning kecokelatan dan kering.
9. Angkat dan tiriskan. Dinginkan.

Note : Agar tetap garing dan renyah, sebaiknya simpan dalam wadah bertutup.

Kreasi Roti Tawar

Biar ga sekedar menikmati roti tawar dg selei, mentega dan susu/teh doang. Biar roti tawar bisa dipake bekal anak ke sekolah, suami kerja, siapa tau juga bisa dijual. Yuk ahhh.... Belajar


Selasa, 10 Januari 2012

Koloke Ayam

Taraaaaa…

Ini nama baru yang saya kasih untuk menu baru setelah dari acara syukuran pencapaian target kerja kantor. Syukurannya di WIsata Jamur deket kantor situ, menunya enak2. Alhamd barokah…

Saya pesen orak arik jamur dan nasi goring pattaya. Pas pulang saya mbungkus untuk Nin dan abina koloke ayam dan bakso jamur. Hm, yang bakso jamur di luar perkiraan saya niy.

Senin, 09 Januari 2012

Ruangku, Ruangmu, Ruang Kita

begitulah.
Setiap pasangan pastilah tetap memiliki ruang yang "aku banget". Artinya, ruang itu penguninya ya cuman aku. Meskipun sudah terikat dalam pernikahan, ruang itu tetap ada. Ruang saat suami tidak atau belum ingin berbagi masalah atau crita dengan istrinya, ruang saat istri ingin tidak membagi rahasia dengan suami, dsb. Dan itu wajib dihargai.

Kenapa?

Karna pernikahan tak menjadikan kita sama.

Rabu, 04 Januari 2012

Foto Collect Terbaru

Photo Collect

Seneng bisa mengumpulkan foto2 trus lucu2an jadi satu. Coba googling saja tentang foto collect, kami punya ini ni...

 ini pas abis dari Sedudo Waterfall






 









Nin lagi gambar dengan mas2nya abis subuh