Mimpi itu datang lagi!
Kali ini dengan lebih jelas. Ah tidak, masih belum terlalu jelas. Tapi perasaan takutku sama dengan mimpi yang pertama dulu.
Aku kembali menangis. Kemudian merasakan sesak di dadaku dan sakit di hatiku. Kulihat ‘Nda Raya masih tersenyum padaku. Dengan senyumnya yang sama seperti biasanya. Bahkan dia masih tetap menenangkan aku saat aku menangis itu. Dia masih memegang wajahku saat itu.
Tatapnya itu… Tidak ada tatap yang biasanya. Hanya ada sendu. Itukah yang membuatku menangis? Perlahan jarak menjauh dan senyum ‘Nd Raya masih terkembang. Masih mencoba menenangkanku dengan teriakannya yang khas di telingaku. Katanya “Baik-baik ya! Jangan cengeng lagi. Doakan aku”
Kalimat yang sama. Sendu yang sama.
“Nda!,” berbutir-butir keringat telah membasahi bajunya. Aku sudah berada di pelukannya sekarang.
“Semalam abid panas lagi trus ngigau minta dipeluklah, gak mau ditinggalin lah… ya karna ngigaunya berulang-ulang dan panasnya makin tinggi apalagi siangnya abid juga sempat pingsan, ya aku angkat abid pindah kamar,” katanya. “Gak papa kan?,” tanyanya lagi.
Aku melihat sekelilingku. Memang bukan kamar kami.
“Dimana?