Selasa, 03 Januari 2012

Menikah Itu...

Sampai saat usia pernikahan kami dua tahun ini, saya (dan mungkin juga sinda) masih saja kerap kali terlibat pd hal2 yang kadang itu hanya berakhir dg sebuah kesimpulan "Oh ternyata gitu tho..." yang artinya kita salah paham.

Tapi begitulah pernikahan.

Dulu,
dulu sekali saat saya masih dalam taham memimpikan sosok idamanku sebagai imam, sama sekali tidak terlintas dalam pikiran saya bahwa saya akan BENAR2 bahagia jika menikah. Menikah itu hanya akan melengkapi hidup saya, menggenapi dunia saya, menggempitakan alur hidup saya. Dan itu LEBIH dari bahagia.

Saya selalu berpikir bahwa saya pasti akan menikah dengan pasangan yg saya impikan itu. Dan bahagia itu adalah saat saya merasa bahwa saya memang dinikahkan Allah dalam segenap kurang dan beda yang sangat nyata.

But well, ini pilihan saya. Pilihan sejak awal. Bahwa saya akan "menikahi" seseorang yg beda dengan saya. Karna beda itu artinya melengkapi bagi saya. Entahlah, tapi saya -sekali lagi dari dulu- berpikir bahwa menikah adalah menyatukan dua sisi yg berbeda utk saling menggenapi, melengkapi dan membahagiakan.

Cinta memang tak sepenuhnya harus berbentuk kata, meskipun saya sangat sangat tersanjung, terharu dan terbang2 saat sinda suamiku mengatakan langsung (dengan kata/tulisan) bahwa dia menyayangi dan mencintai saya. Saya pernah jatuh cinta sebelum dengan sinda, pernah merasa menganiaya diri sendiri dengan cinta itu. But, let it go lah... Cinta lama itu mengajari saya dewasa dalam bersikap, menerima, memaafkan dan menuliskan bahwa semua baik2 saja dan harus tetap berjalan seperti biasa. Tidak perlu ada yg berubah.

Tulisan cintanya itu seperti surat sederhananya yg ditulis di dalam hadiah buku pd anniversary lalu, membuat saya benar2 terharu. Sangat sederhana. Sangat polos, bahkan mungkin utk banyak orang sangat BIASA. Sangat biasa karena mungkin menjadi sebuah kalimat/kata2 yg lazim diucapkan, apalagi bagi laki2 yg sudah beberapa kali jatuh cinta dsb... Tapi membacanya dari seorang sinda suamiku, saya menemukan beda yg sangat. Dia tulus menulis itu, bahkan aku merasakan berat dan sulitnya dia menulis itu -karna memang sifat pemalunya itu-

Saya pernah bertanya padanya, kenapa pelit dg kata cinta? Dia menjawab pelan, karna cinta itu bukan utk diberikan dalam kata2 sebanyak2nya, aku takut tdk bisa bertanggung jawab pd obral2 kata cinta. Cinta itu adalah sikapku, cinta itu adalah bagaimana aku bs membantumu lbh ringan. Iiihhh... gerimiss hatiku. Satu hal dalam sikap cinta diamnya, dia selalu mencium saya setiap saat tiap ketemu. Tanpa kata2, hanya tiba2 mencium saja. Dan kini saya harus berbagi cium dg Bening Aisyah. huk2

Dan...
begitulah cinta, begitulah menikah.
menyatukan beda, menemukan cinta, merasakan masalah, menikmati proses, mendewasakan pikiran dan menambah tumpukan kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar