Senin, 19 Desember 2011

Keenam


Agustus 9, 2005

Give me smile, ‘nda!
Aku benar-benar menghidupkanmu disini. Yah… usahaku meningkahi kesepian dan rinduku padamu ya begini. Daripada aku mencari jalan lain yang gak melegakan ya aku milih begini saja. Menghidupkanmu dengan caraku dan dengan mauku. Tanpa aku harus merasa mengkhayal. Tanpa aku harus merasa terbebani dengan pikiran gak jelas.

Eh ‘Nda, aku punya kalimat-kalimat indah untukmu. Aku dapat pas baca Meminang Bidadari-nya bang Sakti Wibowo. Meskipun sekarang bukunya ilang dipinjem anak-anak, ya aku harus memaksa diri bersykur karna telah menulis ini disini.

           
”Kau adalah penghuluku di akhirat.
            Sebab amalku akan berkaitan denganmu. Jika aku salah di matamu, buruklah aku di mataNya. Ridhamu adalah keutamaanku, karna kepadamulah aku dititipkanNya dengan kalimatNya.

            Karna itu, apa yang kau kehendaki sepanjang tidak untuk bermaksiyat padaNya, aku akan berusaha penuhi. Insya Allah…
           
            Bawalah aku kemana kau pergi. Jadilah Musa bagi Fir’aun dan aku akan seia mendampingi. Jadilah Ayyub bagi penyakitnya dan aku akan selalu menjadi istri yang bersabar hati. Jadilah Muhammad bagi Quraisy dan aku akan menjadi Khadijah, Aisyah, Ummu Habibah atau istri-istrinya yang laen.

            Jadilah semua yang kau mau dalam rengkuh ayatNya dan aku akan berada di sana. Menggandeng tanganmu. Insya Allah…”

Ada yang bergetar di dadaku.
Ternyata memang aku sangat membutuhkanmu untuk menemui Tuhanku ya ‘Nda! Mana bisa aku menjadi bidadari jika engkau tak terlebih dahulu menjadikanku bidadari? Mana bisa aku menjadi sebahagia Aisyah jika engkau tak lebih dahulu menjadi Muhammadku?

Maha suci Allah yang telah menganugrahkan rasa cinta diantara kita. ada beberapa hal yang ingin kusampaikan padamu tentang tulisan itu, ‘nda. hm, mungkin beberapa hal telah kita tau dan pahami. Tapi aku membutuhkan kerja sama dan tenggang rasa untuk memaknai ini bersamamu. Biar kita gak mengartikannya sendiri-sendiri.

Pertama, engkau adalah salah satu sumbu ridho Tuhanku. Jadi apapun maumu, maka memang aku harus turuti. Sekali lagi jika maumu itu tidak melanggar batas syariat. Nah… aku kan manusia biasa niy, ‘Nda, bagaimana kalo kita kompromi? Kita kompromi bersama memaknai kata “menuruti” ya! Mau kan mau dong… (Niru gayanya Susi OB. Hehehe)

Begini, ‘Nda…
Kemauan itu kan salah satu bentuk relative dan unpredictable. Makanya Allah bilang di surat al Baqarah itu bahwa apa yang menurutmu baik belum tentu baik dan apa yang menurutmu buruk belum tentu buruk. Nah kukira itu adalah bagian dari makna kemauan. Kemauan dengan keinginan memang mempunyai beda yang tipis-tipis tebal. Lah!

Bedakan sensasinya deh, ‘nda, saat engkau bilang aku mau dan aku ingin. Beda sensasi kan? Aku ingin bisa berhenti saat memang kita tidak ingin meneruskannya. Tapi kata mau, ada paksaan yang membuat kita akan terus melangkah untuk menuntaskan keinginan. Nah kan? Beda sensasi kan? Kalo ada kata bukunya om Salim, ini sulit tapi bisa versus ini bisa tapi sulit! Kalo misal dirasa-rasakan ledakannya beda (pinjem istilah pak Hernowo)

Sekarang kembali pada kompromi tadi…
Yang namanya kemauan itu kan memang gak harus terpenuhi, ‘nda. Lha tapi kalo kemauan itu adalah kemauanmu, maka aku sebagai “’abid”mau tidak mau kudu manut. Kudu nurut. Misal, engkau ingin aku di rumah saja. Sebenarnya itu baik dan harusnya memang aku nurut. Tapi bagaimana jika menurutku itu tidak adil dan tidak manusiawi bagiku? Bagaimana kalo menurutku itu artinya engkau memenjarakanku di rumah?

Jangan tegang gitu, ‘nda… santai saja. Tarik nafas dulu yok! Eh tapi jangan lupa ngeluarin nafasnya lagi. Hhh…

Nah inilah kompromi yang kumaksudkan. Ya bagaimanapun memang enak siy di rumah saja. Hanya menunggumu pulang dengan senyuman. Di rumah bersih-bersih, masak, tidur deh… tapi itu gak manusiawi buatku gimana?  Bagaimana kalo begini, ‘nda… Aku selesaikan pekerjaan rumahku, trus aku boleh keluar rumah. Dan aku akan keluar rumah jika memang urusanku urusan yang penting dan syar’i. gimana?

            Tidak tegang lagi kan? Senyum dulu dunk…
            Berhasil kan nego kita? sebenarnya ini hanay contoh sangat kecil saja. Masih banyak nanti cerita besar yang akan berhubungan erat dengan “nasib” ridhomu padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar